CONTENT

15 Juli 2012

All My Student MUST READ This Article !!!


 Tulisan berikut hanya untuk siswa/mahasiswa yang saya ajar. Berisi opini pribadi dan aturan² yang saya terapkan dalam proses belajar mengajar.


Bagi saya selaku seorang pengajar (yang masih harus banyak belajar), tujuan dari suatu pengajaran bukan hanya dari nilai akhir yang didapatkan oleh peserta didik.  Kedisiplinan, Ketelitian dan Kepatuhan terhadap aturan juga menjadi hal yang sangat menentukan. Sikap disiplin, teliti dan patuh menurut saya adalah satu langkah kecil yang akan sangat bermanfaat.


Bentuk disiplin, teliti dan patuh aturan sebagai seorang siswa (juga berlaku untuk MAHAnya SISWA) dapat ditemui dalam banyak kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar. Disiplin dalam mengikuti materi di kelas dan mengikuti norma/aturan yang ada didalamnya, disiplin dalam memacu diri untuk mengulang materi yang telah didapat, disiplin dalam pengerjaan tugas, disiplin dengan deadline waktu pengumpulan dan aturan² didalamnya, serta disiplin dalam pelaksanaan ujian dan teliti dalam membaca soal adalah kunci dari pencapaian hasil yang maksimal.

Berdasarkan pengamatan saya (yang mungkin bisa jadi juga salah... semoga tidak), kebanyakan, .. saya tegaskan sekali lagi "KEBANYAKAN".. , saat ini sikap disiplin dalam menuntut ilmu sudah semakin menipis.
Mari kita flashback sebentar, semenjak dari pra sekolah kita sudah diatur dan dituntut disiplin. Masuk sekolah sesuai hari dan jam yang ditetapkan, istirahat dan pulang juga sudah dijadwal. Beranjak ke SD, SMP, dan SMA peraturan dan tuntutan disiplin serta tanggung jawab siswa akan menjadi lebih besar lagi seiring dengan kedewasaan pikir dan prilaku siswa. 

Namun.. hanya minoritas yang dapat menjaga kedisiplinan dan tanggung jawab tersebut dikala menginjak bangku lantai kuliah. Saya pun dulu termasuk orang yang tidak dapat menjaga kedisiplinan dan tanggung jawab tersebut saat kuliah. Bahkan saya seolah-olah kembali menjadi murid TK yang menganggap ruang kelas sebagai taman bermain dan tenaga pengajar sebagai baby sitter. Tapi untungnya sudah insaf disaat saya menyadari bahwa masa depan saya tergantung pada diri saya sendiri, bukan pada dosen, bukan pada ortu, dan bukan pada IPK yang tinggi. 

Apakah IPK tinggi merupakan jaminan gampang meraih pekerjaan dan sukses mendapatkan promosi ke jabatan yang lebih tinggi ? Nonsense mas bro... Celakanya bila saya dulu tidak insaf dan terbawa perilaku TK tersebut, bisa jadi saya sudah akan dipecat sebelum menerima gaji pertama karena dianggap tidak memiliki dasar ilmu dan tidak berniat kerja.

Back to topic, dalam mengajar pun saya yakin semua pengajar mempunyai tujuan yang sama walau dengan cara berbeda. Bagi saya pribadi setiap tahapan dalam proses belajar mengajar pasti punya tujuan. 

Misalnya dalam mengikuti pelajaran/perkuliahan saya tidak mewajibkan untuk dapat hadir kecuali apabila memang disyaratkan oleh institusi tentang prosentase kehadiran. Dengan tidak mewajibkan kehadiran saya mencoba untuk melatih tanggung jawab siswa/maha terhadap tugas utamanya. Bila dari sisi kehadiran sangat minim maka dapat dipastikan penguasaan materi juga sangat minim. Untuk itu bagi siswa/maha yang bertanggung jawab tidak perlu merasa iri bahwa mungkin saja terjadi nilai yang didapat hanya selisih sedikit dari yang prosentase kehadirannya kecil. Sadarilah bahwa nilai yang anda dapatkan adalah murni berdasarkan pada kemampuan anda (dan saya yakin akan semakin meningkat dimasa mendatang) dan bukan nilai yang berdasarkan asas perikemahasiswaan :-) . Dan juga yang harus disadari, dipahami, dan diterapkan bahwa dalam pendidikan sekolah/universitas yang anda ambil adalah pendidikan formal yang tentunya menuntut semuanya berjalan secara formal. Bagi saya, tidak hadir berarti tidak hadir, tidak ada alasan apapun kecuali bila ada surat formal (bukan sms formal) yang memberitahukan alasan ketidak hadiran. Bisa berupa surat ijin, ataupun surat dari yang berwenang (atasan atau dokter bagi yang sakit).
Pemberian tugas bertujuan untuk memaksa anda mengulang atau mendalami materi. Jawaban dari tugas tersebut mungkin saja sama, namun bisa saja penghargaan terhadap tugas tersebut bukan hanya dari sisi benar/salah jawaban. Saya beranggapan bentuk lembar jawaban akan menandakan apakah tujuan dari pemberian tugas terlaksana, belum, atau tidak sama sekali.  

Walaupun saya tidak menemukan teori yang mendukung hal ini (atau mungkin tidak ada ya?) namun lembar jawaban yang ditulis tangan cenderung menandakan bahwa tujuan untuk pengulangan/pendalaman materi telah terlaksana. Minimal dengan menulis tersebut siswa akan membaca pekerjaannya dan diharapkan akan ada yang "nyantol". Walaupun biasanya saya pilah-pilah lagi, jawaban yang original hasil jawaban sendiri dan bersifat unik (tidak ada yang menyamai) biasanya saya hargai tinggi. Namun banyak juga ditemukan jawaban yang sama persis walaupun tulisan tangannya berbeda. Untuk kasus ini saya menganut asas praduga semua bersalah :-D sehingga nilai yang saya beri juga tidak akan maksimal.

Bila lembar jawaban berbentuk print out, hal ini masih harus dicek lagi, karena kecenderungan sifat gotong-royong antar siswa menyebabkan banyaknya hasil lembar jawaban yang 90 % sama isinya namun beda dalam format bentuk font, alinea, paragraf dan lain². Model lembar jawaban semacam ini  memiliki nilai bervariasi, namun biasanya tidak akan pernah saya nilai maksimal karena menunjukkan tujuan pemberian tugas bisa jadi belum terlaksana karena tiap siswa pasti paham yang namanya copy paste.

Model ketiga yang biasanya tidak pernah saya beri nilai adalah bila lembar jawaban berbentuk fotocopy. Hal ini menunjukkan tujuan pemberian tugas tidak akan pernah tercapai. Dalam kasus yang ketiga, bukan  metode yang harus diperbaiki, namun sikap mental siswa yang harus dirombak.

Pengambilan nilai apapun namanya (ulangan harian, kuis, mid, dll) memiliki banyak tujuan. Kali ini saya cenderung untuk mengambil  tujuan evaluasi sebagai tolak ukur penguasaan materi dan penentuan tujuan yang belum dicapai agar dapat diperbaiki. Untuk itu saya biasanya mengulang materi yang memang belum dapat dikuasai dalam kelas, daripada melangkah ke materi yang baru. Bagi saya lebih baik mengisi sebuah gelas sesuai takarannya daripada mengisinya berlebihan hingga luber dan tidak bermanfaat.

 Bila remedial pembelajaran (pemberian materi) sudah dilaksanakan, selanjutnya evaluasi remedial. Biasanya bila saya tidak ingin memberikan remedial, maka jauh hari sebelum waktu pelaksanaan saya sudah mewanti-wanti untuk mempersiapkan materi ujian dengan sungguh² dengan harapan hasilnya bisa maksimal. 

Namun bila saya menyadari bahwa "untung tak dapat diraih remedial tak dapat ditolak", saya hanya akan menyediakan kesempatan 2x. Kesempatan pertama saya berikan dengan tujuan untuk menilai ulang penguasaan materi. Bisa jadi saat evaluasi pertama, peserta ujian dalam kondisi kurang fit atau tidak siap. Remedial pertama tersebut saya tujukan agar peserta didik mampu membuktikan bahwa dirinya telah menguasai materi dengan model pelaksanaan yang sama seperti evaluasi utama.

Remedial kedua lebih bersifat khusus, saya beranggapan bahwa remedial tidak semata-mata untuk memperbaiki nilai, namun lebih ditujukan pada penyadaran atas kelemahan diri sendiri dan usaha memperbaikinya. Saya menerapkan aturan-aturan khusus yang harus ditaati. Siswa akan saya minta untuk mengirimkan email permintaan remedial. Soal saya berikan untuk dikerjakan secara offline, harus dikumpulkan pada waktu yang telah ditentukan dan dalam bentuk tulisan tangan. Kirim lewat email boleh saja, namun harus dalam bentuk tulisan tangan yang kemudian discan dan dilampirkan dalam email. Bila masih "ngeyel" dan mengumpulkan jawaban yang tidak sesuai aturan tentunya saya tidak bisa berbuat apa-apa selain memberi diskon 50% terhadap nilai maksimal yang anda peroleh.

Tujuan dari remedial kedua bukan lagi mutlak dari penguasaan materi namun saya nilai juga dari niat dan upaya memperbaiki diri. Dengan mengirimkan email permohonan (biasanya tidak semua mengirimkan) menandakan adanya niat untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Pengerjaan dengan tulisan tangan diharapkan agar siswa dapat menghargai materi tersebut dan penyadaran bahwa proses pemahaman suatu materi tidak bisa dilakukan secara instan namun harus lewat upaya tertentu. Pengerjaan soal lewat MS Office tidak diharamkan karena hal itu akan sangat membantu pengerjaan tugas. Namun dalam pengumpulannya saya tetap menuntut agar dikumpulkan dalam bentuk tulisan tangan / scan. Paling tidak saya berharap dengan menulis siswa akan mengulang materi dan lebih menguasainya.

Yang  tidak kalah penting lagi adalah kepatuhan akan batas waktu pengumpulan tugas. Saya pikir tidak salah bila saya mempunyai pemikiran bahwa dengan waktu yang diberikan untuk pengerjaan soal sangat mencukupi dan tugas pasti akan dapat terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan karena pengerjaannya dalam hitungan hari dan bukan jam. KECUALI bila memang ada niat untuk meremehkan tugas tersebut dan menunda-nunda pengerjaannya sehingga tidak salah juga bila saya meremehkan hasil pekerjaan tersebut.

Terakhir adalah ketelitian dalam membaca soal juga ternyata sangat mempengaruhi hasil belajar seseorang. Bisa jadi sebenarnya siswa paham dengan soal yang diberikan namun karena tidak teliti jawaban bisa menjadi "gatot". Sebagai contoh, bila anda diminta menjelaskan/mendeskripsikan berarti anda tidak boleh hanya menyebutkan point-pointnya saja.

Mungkin hal-hal diatas yang saya tulis hanya opini pribadi dan berbeda dengan pendapat pengajar yang lain. Namun saya yakin semua pengajar punya tujuan yang sama, yaitu agar yang diajar memiliki kemampuan yang lebih dari pengajarnya … amin. 

Semoga dapat diambil hikmahnya dan menjadi motivasi untuk peningkatan diri.

0 komentar: