Tulisan berikut hanya untuk siswa/mahasiswa yang saya ajar. Berisi opini pribadi dan aturan² yang saya terapkan dalam proses belajar mengajar.
Bagi saya selaku seorang pengajar
(yang masih harus banyak belajar), tujuan dari suatu pengajaran bukan hanya
dari nilai akhir yang didapatkan oleh peserta didik. Kedisiplinan, Ketelitian
dan Kepatuhan terhadap aturan juga menjadi hal yang sangat menentukan. Sikap
disiplin, teliti dan patuh menurut saya adalah satu langkah kecil yang akan
sangat bermanfaat.
Bentuk disiplin, teliti dan patuh
aturan sebagai seorang siswa (juga berlaku untuk MAHAnya SISWA) dapat ditemui
dalam banyak kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar. Disiplin dalam
mengikuti materi di kelas dan mengikuti norma/aturan yang ada didalamnya,
disiplin dalam memacu diri untuk
mengulang materi yang telah didapat, disiplin dalam pengerjaan tugas, disiplin
dengan deadline waktu pengumpulan dan aturan² didalamnya, serta disiplin dalam
pelaksanaan ujian dan teliti dalam membaca soal adalah kunci dari pencapaian
hasil yang maksimal.
Berdasarkan pengamatan saya (yang
mungkin bisa jadi juga salah... semoga tidak), kebanyakan, .. saya tegaskan
sekali lagi "KEBANYAKAN".. , saat ini sikap disiplin dalam menuntut
ilmu sudah semakin menipis.
Mari kita flashback sebentar,
semenjak dari pra sekolah kita sudah diatur dan dituntut disiplin. Masuk
sekolah sesuai hari dan jam yang ditetapkan, istirahat dan pulang juga sudah dijadwal. Beranjak ke SD, SMP,
dan SMA peraturan dan tuntutan disiplin serta tanggung jawab siswa akan menjadi
lebih besar lagi seiring dengan kedewasaan pikir dan prilaku siswa.
Namun.. hanya minoritas yang
dapat menjaga kedisiplinan dan tanggung jawab tersebut dikala menginjak bangku
lantai kuliah. Saya pun dulu termasuk orang yang tidak dapat menjaga kedisiplinan dan tanggung jawab
tersebut saat kuliah. Bahkan saya seolah-olah kembali menjadi murid TK
yang menganggap ruang kelas sebagai taman bermain dan tenaga pengajar sebagai baby sitter.
Tapi untungnya sudah insaf disaat saya menyadari bahwa masa depan saya
tergantung pada diri saya sendiri, bukan pada dosen, bukan pada ortu, dan bukan
pada IPK yang tinggi.
Apakah IPK tinggi merupakan
jaminan gampang meraih pekerjaan dan sukses mendapatkan promosi ke jabatan yang
lebih tinggi ? Nonsense mas bro... Celakanya bila saya dulu tidak insaf dan
terbawa perilaku TK tersebut, bisa jadi saya sudah akan dipecat sebelum
menerima gaji pertama karena dianggap tidak memiliki dasar ilmu dan tidak
berniat kerja.
Back to topic, dalam mengajar pun
saya yakin semua pengajar mempunyai tujuan yang sama walau dengan cara berbeda.
Bagi saya pribadi setiap tahapan dalam proses belajar mengajar pasti punya tujuan.
Misalnya dalam mengikuti pelajaran/perkuliahan saya tidak mewajibkan untuk dapat hadir kecuali apabila memang disyaratkan oleh institusi tentang prosentase kehadiran. Dengan tidak mewajibkan kehadiran saya mencoba untuk melatih tanggung jawab siswa/maha terhadap tugas utamanya. Bila dari sisi kehadiran sangat minim maka dapat dipastikan penguasaan materi juga sangat minim. Untuk itu bagi siswa/maha yang bertanggung jawab tidak perlu merasa iri bahwa mungkin saja terjadi nilai yang didapat hanya selisih sedikit dari yang prosentase kehadirannya kecil. Sadarilah bahwa nilai yang anda dapatkan adalah murni berdasarkan pada kemampuan anda (dan saya yakin akan semakin meningkat dimasa mendatang) dan bukan nilai yang berdasarkan asas perikemahasiswaan :-) . Dan juga yang harus disadari, dipahami, dan diterapkan bahwa dalam pendidikan sekolah/universitas yang anda ambil adalah pendidikan formal yang tentunya menuntut semuanya berjalan secara formal. Bagi saya, tidak hadir berarti tidak hadir, tidak ada alasan apapun kecuali bila ada surat formal (bukan sms formal) yang memberitahukan alasan ketidak hadiran. Bisa berupa surat ijin, ataupun surat dari yang berwenang (atasan atau dokter bagi yang sakit).
Misalnya dalam mengikuti pelajaran/perkuliahan saya tidak mewajibkan untuk dapat hadir kecuali apabila memang disyaratkan oleh institusi tentang prosentase kehadiran. Dengan tidak mewajibkan kehadiran saya mencoba untuk melatih tanggung jawab siswa/maha terhadap tugas utamanya. Bila dari sisi kehadiran sangat minim maka dapat dipastikan penguasaan materi juga sangat minim. Untuk itu bagi siswa/maha yang bertanggung jawab tidak perlu merasa iri bahwa mungkin saja terjadi nilai yang didapat hanya selisih sedikit dari yang prosentase kehadirannya kecil. Sadarilah bahwa nilai yang anda dapatkan adalah murni berdasarkan pada kemampuan anda (dan saya yakin akan semakin meningkat dimasa mendatang) dan bukan nilai yang berdasarkan asas perikemahasiswaan :-) . Dan juga yang harus disadari, dipahami, dan diterapkan bahwa dalam pendidikan sekolah/universitas yang anda ambil adalah pendidikan formal yang tentunya menuntut semuanya berjalan secara formal. Bagi saya, tidak hadir berarti tidak hadir, tidak ada alasan apapun kecuali bila ada surat formal (bukan sms formal) yang memberitahukan alasan ketidak hadiran. Bisa berupa surat ijin, ataupun surat dari yang berwenang (atasan atau dokter bagi yang sakit).
Pemberian tugas bertujuan untuk memaksa anda mengulang atau mendalami materi.
Jawaban dari tugas tersebut mungkin saja sama, namun bisa saja penghargaan
terhadap tugas tersebut bukan hanya dari sisi benar/salah jawaban. Saya
beranggapan bentuk
lembar jawaban akan menandakan apakah tujuan dari pemberian tugas terlaksana,
belum, atau tidak sama sekali.
Walaupun saya tidak menemukan teori yang
mendukung hal ini (atau mungkin tidak ada ya?) namun lembar jawaban yang
ditulis tangan cenderung menandakan bahwa tujuan untuk pengulangan/pendalaman
materi telah terlaksana. Minimal dengan menulis tersebut siswa akan
membaca pekerjaannya dan diharapkan akan ada yang "nyantol". Walaupun biasanya saya pilah-pilah lagi, jawaban yang original
hasil jawaban sendiri dan bersifat unik (tidak ada yang menyamai) biasanya saya
hargai tinggi. Namun banyak juga ditemukan jawaban yang sama persis walaupun
tulisan tangannya berbeda. Untuk kasus ini saya menganut asas praduga semua
bersalah :-D sehingga nilai yang saya beri juga tidak akan maksimal.
Bila lembar jawaban berbentuk print out, hal
ini masih harus dicek lagi, karena kecenderungan sifat gotong-royong antar
siswa menyebabkan banyaknya hasil lembar jawaban yang 90 % sama isinya namun
beda dalam format bentuk font, alinea, paragraf dan lain². Model lembar jawaban semacam
ini memiliki nilai bervariasi, namun
biasanya tidak akan pernah saya nilai maksimal karena menunjukkan tujuan
pemberian tugas bisa jadi belum terlaksana karena tiap siswa pasti paham yang namanya copy paste.
Model ketiga yang biasanya tidak pernah saya
beri nilai adalah bila lembar jawaban berbentuk fotocopy. Hal ini menunjukkan
tujuan pemberian tugas tidak akan pernah tercapai. Dalam kasus yang ketiga, bukan
metode yang harus diperbaiki, namun
sikap mental siswa yang harus dirombak.
Pengambilan nilai apapun namanya (ulangan harian,
kuis, mid, dll) memiliki banyak
tujuan. Kali ini saya cenderung untuk mengambil
tujuan evaluasi sebagai tolak ukur penguasaan materi dan penentuan
tujuan yang belum dicapai agar dapat diperbaiki. Untuk itu saya biasanya
mengulang materi yang memang belum dapat dikuasai dalam kelas, daripada
melangkah ke materi yang baru. Bagi saya lebih baik mengisi sebuah gelas sesuai
takarannya daripada mengisinya berlebihan hingga luber dan tidak bermanfaat.
Bila remedial pembelajaran (pemberian materi) sudah dilaksanakan,
selanjutnya evaluasi remedial. Biasanya bila saya tidak ingin memberikan
remedial, maka jauh hari sebelum waktu pelaksanaan saya sudah mewanti-wanti
untuk mempersiapkan materi ujian dengan sungguh² dengan harapan hasilnya bisa
maksimal.
Namun bila saya menyadari bahwa "untung tak dapat diraih remedial tak dapat ditolak", saya hanya akan menyediakan kesempatan 2x. Kesempatan pertama saya berikan dengan tujuan untuk menilai ulang penguasaan materi. Bisa jadi saat evaluasi pertama, peserta ujian dalam kondisi kurang fit atau tidak siap. Remedial pertama tersebut saya tujukan agar peserta didik mampu membuktikan bahwa dirinya telah menguasai materi dengan model pelaksanaan yang sama seperti evaluasi utama.
Namun bila saya menyadari bahwa "untung tak dapat diraih remedial tak dapat ditolak", saya hanya akan menyediakan kesempatan 2x. Kesempatan pertama saya berikan dengan tujuan untuk menilai ulang penguasaan materi. Bisa jadi saat evaluasi pertama, peserta ujian dalam kondisi kurang fit atau tidak siap. Remedial pertama tersebut saya tujukan agar peserta didik mampu membuktikan bahwa dirinya telah menguasai materi dengan model pelaksanaan yang sama seperti evaluasi utama.
Remedial kedua lebih bersifat khusus, saya
beranggapan bahwa remedial tidak semata-mata untuk memperbaiki nilai, namun lebih ditujukan pada penyadaran atas
kelemahan diri sendiri dan usaha memperbaikinya. Saya menerapkan aturan-aturan khusus yang harus ditaati. Siswa akan saya
minta untuk mengirimkan email permintaan remedial. Soal saya berikan untuk
dikerjakan secara offline, harus dikumpulkan pada waktu yang telah ditentukan dan dalam bentuk tulisan tangan. Kirim lewat email boleh saja, namun harus
dalam bentuk tulisan tangan yang kemudian discan dan dilampirkan dalam email. Bila masih "ngeyel" dan mengumpulkan jawaban yang tidak sesuai aturan tentunya saya tidak bisa berbuat apa-apa selain memberi diskon 50% terhadap nilai maksimal yang anda peroleh.
Tujuan dari remedial kedua bukan lagi mutlak
dari penguasaan materi namun saya nilai juga dari niat dan upaya memperbaiki
diri. Dengan mengirimkan email permohonan (biasanya tidak semua mengirimkan)
menandakan adanya niat untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Pengerjaan
dengan tulisan tangan diharapkan agar siswa dapat menghargai materi tersebut
dan penyadaran bahwa proses pemahaman suatu materi tidak bisa dilakukan secara
instan namun harus lewat upaya tertentu. Pengerjaan soal lewat MS Office tidak
diharamkan karena hal itu akan sangat membantu pengerjaan tugas. Namun dalam
pengumpulannya saya tetap menuntut agar dikumpulkan dalam bentuk tulisan tangan
/ scan. Paling tidak saya berharap dengan menulis siswa akan mengulang materi
dan lebih menguasainya.
Yang tidak
kalah penting lagi adalah kepatuhan akan batas waktu pengumpulan tugas. Saya
pikir tidak salah bila saya mempunyai pemikiran bahwa dengan waktu yang
diberikan untuk pengerjaan soal sangat mencukupi dan tugas pasti akan dapat
terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan karena pengerjaannya dalam
hitungan hari dan bukan jam. KECUALI bila memang ada niat untuk meremehkan
tugas tersebut dan menunda-nunda pengerjaannya sehingga tidak salah juga bila
saya meremehkan hasil pekerjaan tersebut.
Terakhir adalah ketelitian dalam membaca soal juga ternyata sangat mempengaruhi hasil belajar seseorang. Bisa jadi sebenarnya siswa paham dengan soal yang diberikan namun karena tidak teliti jawaban bisa menjadi "gatot". Sebagai contoh, bila anda diminta menjelaskan/mendeskripsikan berarti anda tidak boleh hanya menyebutkan point-pointnya saja.
Terakhir adalah ketelitian dalam membaca soal juga ternyata sangat mempengaruhi hasil belajar seseorang. Bisa jadi sebenarnya siswa paham dengan soal yang diberikan namun karena tidak teliti jawaban bisa menjadi "gatot". Sebagai contoh, bila anda diminta menjelaskan/mendeskripsikan berarti anda tidak boleh hanya menyebutkan point-pointnya saja.
Mungkin hal-hal diatas yang saya tulis hanya
opini pribadi dan berbeda dengan pendapat pengajar yang lain. Namun saya yakin
semua pengajar punya tujuan yang sama, yaitu agar yang diajar memiliki kemampuan
yang lebih dari pengajarnya … amin.
Semoga dapat diambil hikmahnya dan menjadi
motivasi untuk peningkatan diri.
0 komentar:
Posting Komentar