CONTENT

27 Juli 2008

Flash Back I. Masa Kehamilan.



Bulan Juli 2007, 1 bulan sudah kami menikah, harap-harap cemas menanti tanggal haid istriku (biasanya tanggal 5). Saat itu sempat ada harapan saat Lina istriku belum juga datang bulan. Namun akhirnya haidnya datang juga walaupun terlambat beberapa hari. Yah… gagal dah jadi calon bapak bulan itu. Tapi tidak mengapa, mungkin kami yang kurang bersabar. Sedangkan temanku ada yang sudah 8 tahun berkeluarga belum juga diberi berkah oleh tuhan dengan kehadiran si kecil


Bulan Agustus, boleh dong kalo bulan ini kami berharap lagi. Dan bulan itu sempat benar-benar bikin penasaran, sudah seminggu haidnya terlambat. Tapi pada suatu subuh aku dibangunkan Lina yang menangis karena merasa perutnya sangat sakit. Saking sakitnya sampai dia ga kuat untuk berdiri dan berjalan. Udah deh, langsung aku gendong, starter mobil, dan bawa ke dokter kandungan. Dokter mana yang buka jam 5.30 pagi? Tapi cuek aja aku ketok-ketok tempat prakteknya, untung ada asistennya yang menerima dan melakukan pemeriksaan awal. Lalu katanya suruh menunggu sampai dokternya buka. Walah-walah .. padahal dokternya ada (karena rumahnya jadi satu dengan kliniknya) tapi istriku tidak langsung ditangani. Ya sudahlah, dengan Lina yang masing mengerang-erang, kami menunggu sampai pukul 8 pagi. Hasil Check dokter ? KISTA.

Kaget bukan main, ini bukan penyakit enteng. Bahkan kata dokter, istriku tidak bisa hamil sebelum penyakit ini sembuh… tambah pusing aku. Walaupun dokter mengatakan penyakit ini bisa diobati, karena masih stadium dini. Dokter menawarkan beberapa alternatif, mulai dari pil seharga ratusan ribu sampai suntik 3x seharga 1,6 juta/suntik. Waduh dok, ente pikir cari duit gampang ? walaupun uang ga jadi masalah besar buat kami, uang bisa dicari. Tapi dengar kista-nya itu lho yang bikin semaput.
Akhirnya kami disuruh kembali 2 minggu kemudian setelah istriku diberi obat penahan sakit oleh dokter. Kami pulang dengan beban pikiran.


September, rencananya aku akan bawa Lina ke dokter lagi untuk berobat. Tapi dia menolak, dia bilang tunggu sampai sebulan karena belum lama ini dia pijet ke seorang tukang pijet kandungan dan bayi. Dan katanya disuruh mengunggu sampai sebulan baru boleh periksa dokter. Aku ga tau hal ini benar atau tidak, tapi berhubung Lina ngotot tidak mau, ya sudahlah. Tapi aku sempat heran, bulan itu Lina tidak haid. Aku pikir hal ini terjadi karena penyakit kistanya itu. Lalu di akhir bulan Lina memberikan sebuah surprise, aku dikasih kertas bergaris, katanya sih baru dari puskesmas dan dia positif hamil. Hah…? kaget sekaligus ga percaya saat itu. Langsung aku ke apotik beli tester kehamilan dan aku suruh dia tes lagi. Hasilnya.. positif! Alhamdulillah.

Oktober, kami ke dokter lagi untuk periksa kandungan. Kali ini kedatangan kami dengan menebar pesona, senyum yang lebar, sedangkan aku cengar-cengir karena menduga dokternya pasti kaget. Ternyata benar juga, dokternya kaget kok bisa hamil. “ ya bisa dok, wong aku pejantan tangguh “ jawabku. Huahahaha.

3 bulan kehamilan kondisinya biasa-biasa saja, paling-paling gampang capek doang. Namun bulan ke-4 mulailah aku repot dan lebih sering di rumah. Lina mulai muntah-muntah. Hal ini berlanjut sampai kehamilan bulan ke-7. Biarpun kadang merepotkan dan jijik, tetap aku “lakoni” hal itu. Saat itu pembantu kami hanya bekerja pagi sampai siang, karena masih tetangga. Hanya sekedar nyapu, nyuci, pel, gosok. Jadilah kalo malam aku yang jadi babu.

Alhamdulillah, aku sangat bersyukur bahwa Lina istriku tidak mengalami masa ngidam yang aneh-aneh. Permintaannya akan makanan tidaklah susah, paling-paling hanya martabak manis atau singkong goreng + buah-buahan. Mintanya ga tanggung-tanggung, buah apel atau pear, mending kalau dikasih apel malang dia mau, kata dia maunya pear/apel import biar anaknya putih . Borosss !. Hanya satu hal yang dituntutnya tiap malam (dan hal ini sempat bikin aku uring-uringan) yaitu, pijet betis.

Mungkin aku bukan tipe suami yang sabar, setiap Lina minta dipijitin betisnya, aku selalu merasa kesal. Gimana enggak, hampir tiap malam minta pijet. Keseharianku saat itu terbagi menjadi 4; kantor, kuliah, software development dan keluarga. Jadi menurutku wajar bila malam hari aku sudah terasa sangat capek. Di saat kondisiku yang capek itulah Lina minta dipijit. Stress rasanya, bahkan tak jarang kami bersitegang karena masalah ini.

Namun syukurlah masa-masa itu dapat dilewati dengan baik dan tidak mengganggu hubungan kami berdua. Kami tidak melakukan ritual-ritual tertentu seperti “mitoni” dan lain-lain. Karena walaupun aku jawa tulen dan istri aku Lampung tulen, tapi tradisi keluaga kami yang Muhammadiyah tulen tidak menganjurkan hal-hal semacam itu. Paling ritual yang rutin aku lakukan adalah “nengokin calon bayiku yang masih dalam kandungan”.. hehehe.



0 komentar: