Hari itu tanggal 18 Juni 2008, tepat satu tahun satu hari usia pernikahan kami. Lina dan ibuku check up kehamilan ke dokter kandungan. Soalnya menurut perkiraan dokter saat itu, waktu melahirkan adalah tanggal 8 Juli, lalu mundur lagi menjadi 14 Juli. Namun hingga tanggal yang diperkirakan telah lewat belum ada tanda-tanda anakku akan lahir.
Pagi itu aku tidak bisa menemani Lina karena aku tengah “membidani” kelahiran partai baru yang aku ketuai. Pagi itu adalah jadwal verifikasi faktual partai baru oleh KPUD kota Metro. Jadilah aku dari pagi di sekretariat menyiapkan berkas-berkas. Acara verifikasinya sendiri alhamdulillah lancar tanpa ada sogok ataupun nepotisme. Memang benar mungkin KKN sekarang tidak ada, yang ada NKK ( Nolong Kawan-Kawan) hehehe. Kebetulan ketua tim ferivikasinya adalah teman aku semasa masih SMP dulu, jadinya aman dah.
Sekitar jam 10, teman istriku yang telpon dan bertanya gimana kabar Lina. Aku jawab aja setau aku, bahwa tadi pagi check up dan mungkin sekarang ada di rumah. Aku tidak tahu bahwa saat itu Lina sudah langsung opname karena sudah lewat masanya melahirkan. Baru jam 11 itulah aku diberitahu oleh Lina.
Langsung aja partai aku tinggal dan pulang untuk ganti pakaian, aku sengaja memakai celana pendek biar ga gerah karena kupikir mungkin baru ke-esokan harinya melahirkan. Lalu langsung ke medical centre. Sempat bingung juga (walaupun segala tetek bengek yang dibutuhkan untuk bersalin sudah kami siapkan) karena tanda-tandanya sama sekali tidak ada. Mules memang sudah, tapi tidak sering malah bisa dikatakan jarang, kadang bisa selisih 2-3 hari. Sampai disana aku diberitahu kalau Lina sudah dikasih perangsang untuk mempercepat proses kelahirannya. Kata orang sih, kalo diberi perangsang memang cepat melahirkannya tapi saat melahirkannya akan terasa sakit. Bahkan istriku sempat melontarkan komentar itu. “Mas nanti melahirkannya sakit banget lho kalo dikasih perangsang” kata Lina. Aku jawab ”Mungkin juga ya? Wong kamu melahirkan baru sekali ini kok sudah tau bedanya melahirkan normal dengan yang diberi perangsang ? “. Istriku cuma senyum-senyum ga bisa jawab.
Siang itu istriku aku bawa jalan kaki keliling medical centre, ada mungkin 2 Km. Kami berjalan, aku pakai celana pendek menggandeng istriku dengan perut besar dan tidak pakai sendal (katanya untuk merangsang dan memposisikan kepala bayi). Mungkin kalau ada orang yang lihat akan bertanya-tanya, orang stress darimana ini jalan-jalan kok siang saat matahari di atas kepala, ga pakai sendal lagi.. but… cuek is the best, toh aku yang bakal jadi bapak, bukan mereka.. iya kan? Ya iya lah, masa ya iya din, ntar mulan jamilah jadi mulan jamidin. ?
Sampai jam 3 istriku tetap berjalan dan berdiri, sampai diperiksa lagi oleh dokter, belum ada tanda-tanda mules. Lalu dikasih perangsang lagi. Baru deh kerasa mules-mules. Mungkin mulesnya ga ketulungan karena istriku sampai minta ampun, aku sih cuma cengar-cengir aja.
Jam 17.35 istriku dibawa ke tempat bersalin, karena ga tau mau ngapain (masih pake celana pendek tuh, dan belum mandi), aku ngekor aja seperti kerbau dicucuk hidungnya. Sampai di ruang diperiksa dokter, istriku masih terus mengerang dan ngoceh ga karuan karena memang mungkin terasa sakit yang amat sangat. Saat itulah istriku bilang kebelet BAB dan pipis, dokter bilang ga papa, keluarin aja. Byorrr… pecahlah air ketubannya. Kata orang-orang sih, kalau sudah pecah ketuban maka proses lahirnya ga akan lama lagi.
Istriku dibimbing oleh dokter untuk mulai mengejan, berkali-kali dicoba tapi belum keluar juga. Kata Dokter, dinding rahim istriku terlalu tebal dan posisi kepala bayi belum dibawah sehingga masih susah keluar. Juga, istriku tidak bisa disuruh mengejan dan rileks. Susah juga ya ?
Adzan magrib berkumandang, semua kegiatan dihentikan, dokter sholat, aku ikut sholat, tak lupa berdoa semoga proses persalinannya cepat dan semua sehat-sehat saja. Jam 18.35 aku kembali masuk ke ruang bersalin. Sekarang kami bagi tugas, aku sebagai gelandang kiri megangi kaki, 1 suster “striker” di kiri atas untuk mendorong perut, 1 suster sebagai back di depan gawang, 1 lagi “official” mempersiapkan peralatan, sedangkan dokter bertugas menjaga “gawang”.
Setelah proses yang rasanya lama banget, dengan dibantu dorongan tangan suster dari atas perut. Sayang handycamku masih dibawa adikku ke Bandung sehingga aku ga bisa mengabadikan momen itu. Takjub rasanya melihat proses persalinan tersebut. Mula-mula yang aku lihat semua merah darah, kemudian tampak sesuatu yang gelap dan keputihan, mulailah bayiku keluar, di mulai dari ubun-ubunnya. Akhirnya pukul 18.45 …. keluar juga jagoanku. Welcome to wild world son!
Saat bayi keluar, semua diam, bahkan bayiku tidak menangis, setelah dipotong ari-arinya dan dibersihkan mulailah bayiku menangis, tidak keras memang… tapi cukuplah menandakan suatu kehidupan baru. Aku langsung keluar mengabarkan ke keluarga bahwa bayi laki-lakiku dan ibunya selamat. Ambil kain sarung, wudhu, terus kembali ke ruang persalinan.
Bayiku terus menangis, namun langsung terdiam saat aku kumandangkan Adzan di telinga kanan dan Qomat di telinga kirinya. Anak itu hanya menatap dengan mata beningnya. Suara Adzan yang keluar dari tenggorokkanku terasa berat dan bergetar tidak lagi bulat. Ada sesuatu yang bergetar di dalam hati, sehingga rasanya terharu sekali. Aku Seorang Bapak !.
Keluarga dekat dan teman-teman terus berdatangan dan memberi selamat. Ada kejadian lucu saat tanteku bertannya yang mana anakku, aku hanya bengong dan melihat di balik kaca, mana aku tahu? Semua bayi yang ada disana tampak sama! Sebenarnya sudah dipasang label di dada bayi, untuk membedakan anak siapa sang jabang bayi. Tapi kan tertutup oleh selimut sehingga tidak terlihat, dan sialnya lagi aku lupa warna dan corak pakaian yang dikenakan bayiku.
Ready or not, sekarang aku harus mulai belajar menjadi seorang ayah.
CONTENT
27 Juli 2008
Flash Back II : Lahirnya Sang Jagoan
Diposting oleh Irfan M.T.I di 7/27/2008 11:16:00 AM
Label: My Family
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar